KUNCI SUKSES PENDIDIKAN MAQAMAM MAHMUDA

RUHIYYAH PENDIDIK, KUNCI SUKSES PENDIDIKAN MAQAMAM MAHMUDA

Hendri Ariska | Jumat, 05 Agu 2022   15:19:41 WIB dibaca 325 x komentar 0  Pendidikan
RUHIYYAH PENDIDIK, KUNCI SUKSES PENDIDIKAN MAQAMAM MAHMUDA

Gambar : Ruhiyyah pendidik, kunci sukses pendidikan maqamam mahmuda

RUHIYYAH PENDIDIK, KUNCI SUKSES PENDIDIKAN MAQAMAM MAHMUDA

Pendidikan adalah upaya untuk merubah pengetahuan, pola pikir, sikap, prilaku dan akhlak anak didik. Upaya perubahan ini biasanya direncanakan dan dilakukan secara sadar, namun terkadang upaya perubahan ini bisa juga terjadi begitu saja meski tidak disadari, namun sudah bisa kita lihat dalam bentuk prilaku. Perubahan ini bisa kearah yang baik, namun bisa juga berubah menjadi buruk menurut hukum syari‟at.

 

Makna Pendidikan

Pendidikan mengandung beberapa makna. Pendidikan dalam makna tarbiyah diartikan dengan cara ideal dalam berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara langsung (berupa kata-kata) maupun secara tidak langsung (berupa keteladanan), sesuai dengan sistem dan perangkatnya yang khas, untuk memproses perubahan dalam diri manusia menuju kondisi yang lebih baik.

 

Makna pendidikan lebih lanjut dijelaskan :

  • Cara, yakni metode dalam berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Ideal, yakni sesuatu yang paling baik, paling utama dan paling efektif.
  • Cara yang paling ideal adalah cara-cara yang diajarkan Allah SWT, kepada nabi- Nya dan yang diajarkan oleh Nabi kepada para sahabatnya. Yang terdapat dalam sunnah secara umum dan dalam sirah Nabi secara khuusus.
  • Interaksi. Cara berinteraksi dengan tabi‟at manusia-tabiat mana Allah SWT sendiri yang menciptakannya tidak dapat dirumuskan kecuali dengan kembali kepada bimbingan Sang Pencipta manusia itu sendiri.
  • Fitrah, yakni tabi‟at manusia dengan segenap unsur yang melekat padanya; keutamaan, kekurangan, dan juga unsur-unsur yang saling bertentangan semisal baik buruk, cinta dan benci, cemas dan harap, individu dan kolektif, setia dan khianat, positif dan negatif.
  • Langsung yakni berupa pengajaran, pembinaan, pengarahan pribadi secara langsung dengan kata-kata yang berupa perintah, larangan, anjuran, imbauan, ancaman, pandangan, pujian, atau peringatan. Bisa juga berupa nasehat, kisah, cerita, uraian, kajian, dan siaran radio, telivisi dan media cetak atau eloktronik lainnya. yang itu semua bertujuan mewujudkan lahirnya perubahan.
  • Tidak langsung, yakni berupa contoh dan keteladanan dengan amal shaleh, perilaku lurus, serta akhlak mulia agar binaannya dapat meneladaninya.

 

Dari    uraian    diatas    dapat    kita    jabarkan    bahwa    pendidikan    bertujuan:

  1. Menjadikan anak didik beriman dan bertqwa kepada Allah SWT.
  2. Untuk mendewasakan anak didik, menjadikan ia mampu bertanggung jawab dengan diri dan masa depannya.
  3. Menjadikan anak didik cerdas intelektual, cerdas emosional, dan cerdas spritual.
  4. Menjadikan anak didik berakhlah mulia, dan senang beramal shaleh.

 

Makna Akhlak

“Mukmin yang sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya.” (H.R. Turmizi). Akhlak secara etimologi berasal dari kata khalaqa yang berarti mencipta, membuat atau mencipta, membuat atau menjadikan. Akhlak adalah kata berbentuk mufrad, jamaknya adalah khuluq, yang berarti perangai, tabiat, adat atau khalaqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan.

 

Menurut pendapat lain, Akhlak adalah sebuah sistem yang lengkap yang terdiri dari karakteristik-karakteristik akal dan tingkah laku yang membuat seseorang menjadi istimewa. Dengan demikian karakter itu merupakan bahagian dari akhlak jadi anak- anak yang terdidik akhlaknya otomatis akan berkarakter. Secara istilah makna akhlak adalah segala perilaku yang nampak dilihat atau yang tidak seperti niat, ikhlas, riya dan lainnya yang dikerjakan atau terjadi tanpa dipikir-pikir atau direkayasa, dilakukan begitu saja kapan pun, dimanapun, dalam kondisi apapun tanpa melalui tekanan tertentu

 

Peran Penting Pendidik

Para pendidik adalah orang yang terlibat langsung dalam upaya perubahan ini. Pendidik yang pertama dan utama adalah ibu atau dua orang tua anak dirumah, kemudian orang yang tinggal serumah dengan anak tersebut. Pendidik yang kedua adalah pendidik di lembaga-lembaga pendidikan formal guru-guru disekolah mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi, sedangkan pendidik yang ketiga guru-guru atau ustdaz di lembaga non formal guru privat, guru mengaji, guru-guru agama yang tidak terikat dengan lembaga tertentu namun ia punya ikatan yang kuat dengan anak didik, juga masyarakat yang ada dilingkungan anak didik tersebut.

 

Harapan Pendidik

Seorang pendidik menginginkan semua kebaikan ilmu, sikap, perilaku dan akhlak bisa dimiliki oleh anak didik. Segala macam upaya dilakukan, mulai dari mengubah kurikulum agar senantiasa modern sesuai dengan perkembangan zaman, menyesuaikan metode pembelajaran, menyediaakan sarana prasarana meski harga mahal, dan berbagai upaya lainnya.

 

Namun realitanya semua upaya tersebut hanya mampu menjangkau perubahan pengetahuan anak, selebihnya sedikit sekali yang didapatkan. Pendidikan tidak mampu mengubah sikap dan prilaku atau akhlak dan moral anak didik menjadi lebih baik. hal ini dapat kita lihat dari berbagai perilaku menyimpang yang dilakukan anak didik disemua jenjang pendidikan, baik dilakukan di sekolah terlebih lagi di luar sekolah yang tidak ada orang yang mengawasinya. Karena minimnya orang yang memiliki sikap simpati dan empati terhadap perilaku-perilaku menyimpang tersebut. Jadinya sebagian anak bangga melakukan kesalahan dan pelanggaran, bahkan ikut memamerkannya kesalahannya di tempat umum, di media masa tanpa kekhawatiran sedikit pun. Kita lihat pergaulan bebas, perilaku menyimpang, AIDS, HIV, dan narkoba meraja lela dimana mana, umpama jamur dimusim hujan, sulit untuk di batasi.

 

Realita Hasil Pendidikan

Apa yang salah dalam pendidikan kita, jika kita lihat jam belajar anak disekolah atau dipesanteren dari pagi sampai siang, bahkan ada yang sampai sore dilanjutkan lagi dengan belajar dimalam hari. Sementara kurikulumnya atau materinya semua mengajarkan tentang nilai-nilai kebaikan, dan diupayakan tetap sesuai dengan perkembangan zaman. Dilihat dari sarana dan prasarananya lengkap, bahkan sebagian lembaga pendidikan memiliki fasilitas mewah, megah, dan lengkap.

 

Dilihat dari pendidiknya profesional, pada umumnya pendidik memilki gelar sarjana, bahkan ada yang sudah master, doktor, dan profesor. Dari hal-hal tersebut di atas kita bisa menyimpulkan bahwa semua upaya sudah maksimal, namun kenapa pendidikan belum bisa menjangkau tujuan ideal dari setiap pembelajaran yaitu ketinggian iman, ilmu, akhlak dan kerendahan hati menjadikan anak didik orang-orang bertaqwa dan selalu beramal shaleh sesuai dengan kemampuan masing-masing.

 

Ruh atau Roh, Bekal Penting Pendidik

Selama penulis terlibat dalam dunia pendidikan baik pendidikan in formal (keluarga), formal (sekolah tingkat dasar sampai tingkat Perguruan Tinggi) juga pendidikan non formal ( mengajar LES, maupun privat agama, mengisi pengajian, dan ceramah- ceramah di kumpulan orag tertentu atau ditempat umum) penulis melihat bahwa selain persiapan materi, metode, sarana dan prasarana, persiapan ruh bagi pendidik sangat pentingg. Tanpa ruh pendidik hanya bisa mengubah kognitif anak, sulit untuk mengubah afektif dan akhlak anak.

 

Bila ruhiyah pendidik tidak maksimal, apa yang disampaikan terasa hambar, tidak berkesan, tidak sampai ke dalam hati anak, dan sulit bagi anak mempraktekkan kembali apa yang disampaikan.

 

Makna Ruh

Kata ruh diartikan dengan roh. Secara bahasa roh mengandung beberapa arti:

  1. Roh adalah sesuatu (unsur) yang ada dalam jasad yang diciptakan Tuhan sebagai penyebab adanya yang hidup (kehidupan, jika nyawa sudah berpisah dari badan, berakhirlah kehidupan seseorang). Rasulullah SAW bersabda: “Kamu berada dirahim ibumu selama 40 hari sebagai nuthfah,, kemudian menjadi alaqah selama itu pula, kemudian menjadi mudhghah selama itu pula dan akhirnya malaikat diutus untuk meniupkan ruh ke dalam tubuhnya” (Hr. Muslim)

  2. Roh diartikan makhluk hidup yang tidak berjasad, tetapi berpikiran dan berperasaan (malaikat, jin, setan, dsb).

  3. Roh diartikan dengan semangat dan spirit.

 

Roh yang penulis maksud adalah ruhiyah yaitu semangat, spirit atau energi yang bisa mendorong anak didik mengerjakan apa yang disampaikan oleh pendidik, menjadikan apa yang kita sampaikan kepada anak didik atau objek da‟wah bisa hidup dalam bentuk prilaku-prilaku yang baik, apa yang kita sampaikan terdorong untuk dikerjakan dengan maksimal oleh siappun yang mendengar materi atau pelajaran yang kita sampaikan. Bukan masuk kuping kiri keluar kuping kanan, kemudian pulang, yang dikenang hanya lucunya saja. Apa yang kita sampaikan lewat begitu saja.

 

Realita kita lihat bahwa setiap yang bergerak itu hidup yang hidup itu karena ada rohnya. Namun bila tidak lagi bergerak berarti mati sudah tidak ada lagi roh. Oleh karena itu setiap pendidik harus memiliki roh yang kuat, roh dalam arti ruhiyah, agar apa yang disampaikannya dapat hidup, bergerak, tumbuh berkembang menjadi lebih baik pada setiap diri anak didik, baik pengetahuannya, sikap, prilaku dan akhlanya. Dan dapat tumbuh juga pada orang lain yang ada disekitar anak didik tersebut.

 

Upaya Untuk Menghidupkan Ruhiyah Pendidik

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menghidupkan ruhiyah pendidik dan aktifis dakwah:

1.    Beriman dan Berilmu

 Dalam Al-Quran disebutkan bahwa iman itu umpama cahaya. Sebagiannya dapat kita lihat dalam beberapa ayat al-Qur‟an berikut ini yang artinya: ”Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan-jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizinn-Nya dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus (Q.S. 5:15-16)

 

Dalam ayat lain, yang artinya: “Dialah yang menurunkan ayat-ayat yang terang (al- Qur‟an) kepada hambanya (Muhammad) untuk mengeluarkan kamu dari kegelapan pada cahaya…” ( Q.S alhadid, 57:9). Dalam surat dan ayat yang lain yaitu Al-Qur‟an surat Al hadid ayat 28 artinya ”wahai orang-orang beriman bertaqwalah kepada Allah dan beriman kepada Rasul-Nya (muhammad). Niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan cahaya untukmu yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan serta Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( Q. Al hadid : 28 ).

 

Tentunya jauh berbeda ketika seseorang berjalan di gelap gulita dibandingkan orang lainnya yang berjalan di didalam keadaan terang benderang. Berjalan didalam keadaan yang terang jelas kita tidak akan tersesat, tidak bingung, kita bisa melihat dan membaca semua rambu-rambu untuk sampainya ke tujuan dengan cepat dan selamat. Berbeda dengan orang yang berjalan digelap gulita, tentunya akan bingung, tidak jelas arah, susah melangkah, bisa dipastikan salah, akan tersesat bahkan bisa celaka. Begitulah diumpamakan orang beriman dengan yang tidak beriman.

 

Oleh karena itu keimanan yang benar dan mendalam sangat penting bagi para pendidik, karena keimanan tersebut akan memperjelas bahkan keimanan ini dapat menentukan arah langkah dan tujuan yang hendak dicapai dalam proses pendidikan yang sudah direncanakan.

 

Kemudian dengan ilmu akan memberi keiman dan amal shaleh tumbuh dimana-mana, sebagimana yang digambarkan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits tentang keutamaan ilmu, “Perumpamaan diutusnya aku oleh Allah dengan membawa dan ilmu, seperti hujan lebat yang menghujani tanah. Maka diantara tanah itu ada yang baik yang menyerap air, lalu ia menumbuhkan tanaman dan rumput yang banyak. Ada juga tanah yang tandus yang membuat air tergenang, maka Allah memberi manfaat kepada manusia dengan tanah seperti itu. Mereka dapat minum, memberi minum binatang ternak, dan bercocok tanam. Hujan itu juga menghujani jenis tanah yang lain. Yaitu tanah yang keras yang tidak membuat air tergenang juga tidak menumbuhkan tumbuhan. Maka itu (tanah yang pertama) adalah perumpamaan orang yang memahami agama Allah dan apa yang aku bawa dari Allah bermanfaat untuknya. Sehingga ia menjadi orang yang mengetahui dan mengajarkannya. Dan (tanah yang selanjutnya) perumpamaan orang yang sombong dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku bawa”.

 

Dapat kita pahami betapa penting dan mulianya orang beriman dan berilmu. Diumpamakan ilmu itu, ibarat hujan dengannya tanah yang tandus, gersang bisa menjadi hijau, menyejukkan, membawa rahmat bagi sekalian alam, bukan saja kepada manusia, melainkan kepada semua makhluk citaan Allah SWT. Karenanya wajib bagi seorang pendidik beriman, memiliki ilmu, baik ilmu tentang cara mengajar, cara mendekati anak, utama lagi ilmu yang harus menjadi kompetensi masing-masing pendidik. Agar anak didik menjadi anak yang shaleh, anak yang bisa berbuat kebaikan dan amal shaleh dimanapun dia berada dan kepada siapa saja. Anak yang bisa membawa rahmat bagi sekalian alam.

 

2.    Ikhlas dan bertekad kuat sebagai pendidik.

Upaya mendidik yang dilakukan dengan ikhlas dan tekad bulat, menjadikan upaya mendidik yang dilakukannya akan berhasil dan akan manarik hati anak dididiknya. Anak didik akan terpesona jika upaya mendidik dilakukan dengan ikhlas dan tidak dicampur dengan tujuan-tujuan duniawi lain. Jika ia mendidik dengan ikhlas, semata-mata karena Allah bukan hendak mengejar materi, niscaya materi itu yang akan mengejarnya dan apa yang dilakukannya menjadi ibadah, mendapat pahala disisi Allah SWT.

 

Keikhlasan ini akan menjadikan Allah SWT, terus memberi energi kepada pendidik dalam menghadapi berbagai permasalahan yang nantinya ditemui dalam proses pendidikan, menjadi pendidik tidak putus semangat, tetap melangkah karena ada Allah yang hendak dituju. Tentunya Allah akan senantiasa bersamanya dalam setiap niat, langkah, perbuatan dan perkataannya. Tentunya Allah akan menjaganya dari hal-hal yang menyimpang yang bisa merusak niat baik yang di kerjakan. Kalaupun terjadi kesalahan, terjadi sesuatu yang nampak dilihat tidak baik, tentunya Allah sudah mempersiapkan kebaikan dibalik kejadian tersebut. Semua yang tadinya sulit, InsyaAllah akan di mudahkan, diringankan, dan akan diberi jalan keluar bagi semua masalah yang dihadapi nantinya.

 

Namun jika materi sebagai tujuan maka pahala dan nilai ibadah belum tentu kita dapati. Semua yang kita lakukan akan melelahkan karena materi yang kita kejar, sementara materi itu sebanyak apapun tidak pernah cukup. Sebagai contoh guru-guru yang bekerja di tiap lembaga pendidikan tiap bulan akan mendapat gaji dan uang sertifikasi. Jika materi (gaji) itu yang menjadi tujuan, pahala dan nilai ibadah dan perubahan pada anak didik kepada yang lebih baik belum tentu dapat, namun bila keikhlasan yang menjadi modal awal maka selain mendapat materi (gaji) ia juga akan mendapatkan pahala dan dinilai sebagai ibadah disisi Allah SWT. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang artinya: “Hanyasanya amal-amal itu tergantung niat, dan hanyasanya bagi setiap orang itu sesuai dengan apa yang diniatkannya. Maka, siapa yang hijrahnya karena dunia yang ditujunya atau karena perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai dengan tujuan hijrahnya” (HR. Bukhari Muslim).

 

Sementara takdir rezeki Allah sudah mengaturnya, tugas kita berusaha, bersabar dan tawakkal maka janji Allah siapa yang bersungguh-sungguh maka ia dapat. Sebagaimana dikatakan Rasulullah SAW yang artinya:

 

“sesungguhnya kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari. Kemudian ia menjadi „alaqah (segumpal darah) dengan lama seperti itu. Kemudian ia menjadi segumpal daging dengan lama seperti itu. Kemudian Allah mengutus malaikat, lalu ia diperintah dengan empat kalimat. Dikatakan kepada malaikat tersebut,‟ tulislah olehmu amalnya, rezekinya, ajalnya, dan menjadi orang yang sengsara atau bahagia.‟ . ( HR. Bukhari muslim).

 

Kesimpulannya jika kita ikhlas kita mendapat mendapat minimal 3 hal yaitu pahala yang terus mengalir dari ilmu yang bermanfaat yang bisa kita berikan, kedua mendapat materi yang sudah Allah janjikan, dari usaha yang dilakukan, ketiga perubahan akhlak, kognitif dan psikomotor anak menjadi lebih baik. Sementara jika kita tidak ikhlas hanya mendapatkan satu hal yaitu materi dan itu pun belum tentu bisa kita dapatkan jika Allah tidak menghendaki.

 

3.    Kedekatan Pendidik dengan Allah SWT

Ruhiyah yang maksimal dapat diperoleh melalui ibadah-ibadah wajib atau sunnah yang dilakukannya setiap hari. Ibadah adalah segala aktifitas hidup dari bangun tidur hingga tidur kembali termasuk tidur itu sendiri yang dilakukan dengan niat, tujuan dan cara yang telah Allah dan Rasul Nya tetapkan. Menjadikan segala aktifitas hidup dalam bingkai-bingkai yang sudah di atur oleh Allah SWT, dengan niat karena Allah, tujuan karena Allah, dan cara-cara Allah. Ibadah ini bisa dalam bentuk ibadah lahir seperti shalat wajib, shalat-shalat sunnnah, membaca Al-qur,an, berinfaq, berpuasa wajib dan sunnat dan amal shaleh lainnya termasuk mengurus keluarga bagi perempuan, atau mencari rezeki bagi seorang laki-laki. Maupun ibdah bathin (hati) seperti ikhlas, sabar, ridho dengan takdir Allah, ihsan dimana pun dalam kondisi apapun.

 

4.    Ketinggian ilmu dan kerendahan hati.

Tinggi pengetahuan dan gelar yang diperoleh seseorang, tidak menjamin keimanan seseorang juga tinggi. Tapi dengan ilmu yang tinggi dan mendalam, keimanannya juga mendalam, kuat dan mengakar. Karena orang paling takut kepada Allah adalah orang yang „alim orang yang berilmu, karena itu Allah meninggikan derjat orang berilmu. Ilmu itu cahaya, orang yang memiliki ilmu mampu melihat siapa dirinya, untuk apa dia diciptakan, dan kemana ia akan kembali. Hal ini tentunya akan akan membuat sipemilik ilmu rendah hati karena memiliki pengenalan yang tinggi terhadap diri dan Tuhannya, dengan ilmunnya ia mampu melihat dengan jelas arah dan tujuan hidupnya, hanya mencari Ridho Allah SWT, akan membuat sipemilik ilmu menjaga setiap detik kehidupan selalu dalam keridhaanNya.

 

Sementara orang, yang hanya mempunyai pengetahuan biasanya hanya pinter bicara, pinter berdebat, pinter berkilah, bersilat lidah, tapi tidak pintar beramal shaleh. Mereka menjadikan agama sebagai sebagai selimut untuk menutup keburukan dan kejahatannya, menjadikan agama sebagai alat untuk mengejar materi, mengejar dunia dengan segala kesenangannya, lupa akan hari akhir yang dia larinya, namun sesungguhnya dia menuju ke sana.

 

5.    Berbuat sebelum menyampaikan (pribadi teladan).

Yang tidak kalah penting adalah setiap pendidik hendaknya sebelum menyampaikan kepada anak didik, hal tersebut sudah dilakukannya terlebih dahulu, dan sudah menjadi menjadi jiwa atau akhlak pada dirinya.

 

Wahai orang yang mengajar orang lain

Kenapa engkau tidak juga mengajari dirimu sendiri

Engkau terangkan bermacam obat bagi segala penyakit,

Agar yang sakit sembuh semua

Sedangkan engkau sendiri ditinpa sakit

Obatilah dirimu dahulu

Lalu cegahlah agar tidak menular Kepada orang lain

Dengan demikian engkau adalah seorang yang bijak

maka apa yang engkau nasehatkan akan mereka terima dan ikuti

Ilmu yang engkau ajarkan akan bermanfaat bagi mereka

 

Demikian pentingnya bagi pendidik memperbaiki diri sebelum memperbaiki orang lain. Karena pendidik itu cermin buat anak didik. Umpama cermin, utuh tidak bayangan dicermin, sangat tergantung pada cerminnya. Begitu juga dengan anak didik, bagus tidaknya anak didik tergantung dengan pendidiknya. Jika pendidiknya bagus, maka baguslah anak didik, jika tidak maka tidak akan bagus juga anak didik. pendidik dalam hal ini yang paling utama adalah orang tua, guru di sekolah atau diluar sekolah seperti guru ngaji, guru privat atau lainnya yang terlibat langsung dalam proses mendidik anak.

 

6.    Simpati

Simpati adalah adalah rasa kasih sayang, rasa setuju (kepada), keikutsertaan merasakan perasaan (senang, susah, dsb) terhadap orang lain. Simpati yang penulis maksud adalah sikap peduli, sayang, ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain, terutama anak didik atau objek dakwah, sehingga anak didik mendapat perhatian yang tulus, mendidik dengan cinta. “Jika mendidik dengan cinta InsyaAllah bahagia, mendidik dengan terpaksa niscaya tersiksa”.

 

Mendidik dengan terpaksa maka akan tersiksa, anak tersiksa harus mengikuti semua ketentuan, tugas atau kewajiban yang disiapkan oleh pendidik, pendidik juga akan tersiksa menjalani kewajibannya. Dengan demikian anak didik atau objek da‟wah, kita harus mengasihinya dan menyayanginya dengan tulus, ibarat menyayangi anak, atau saudara sendiri, bukan basi basi di saat berlangsungnya proses belajar mengajar saja. Ketulusan kasih sayang, perhatian, kepedulian itu datangnya dari hati dan akan ditangkap pula dengan hati oleh anak didik. Sikap ini sebagaimana fitrah manusia senang di perhatikan senang disayang, akan menimbulkan sebuah ikatan yang kuat antara anak didik dengan pendidik, yang nantinya anak didik akan merindukan kehadirannya dan kepergiannya akan dicemaskan atau dirindukan bisa cepat berjumpa kembali.

 

Kasih sayang akan memudahkan anak menerima pelajaran, senang menerima pembebanan dalam bentuk apapun. Namun jika dalam pembelajaran yang diterima anak hanya tugas saja, beban, tanggung jawab, kemudian evaluasi maka pembelajaran akan menjadi beban bagi anak didik atau objek da‟wah. Jangan pernah meminta jika kita tidak memberi. Jangan berharap anak didik atau objek dakwah loyal kepada gurunya, jika gurunya tidak pernah memberi sesuatu, tidak pernah peduli dengan kindisi anak didik tersebut.

 

7.    Empati

Empati diartikan dengan keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain dan melakukan (mempunyai) empati.

 

Empati itu maksudnya sikap ingin membantu orang lain terutama anak didk dan objek da‟wah dengan apa saja yang ia miliki, baik dalam bentuk harta, waktu, perhatian, kasah sayang maupun tenaga. Berusaha membantu siapa saja yang membutuhkan, tidak memilih-milih, tidak dipaksa, maupun riya, semuanya semata-mata karena Allah SWT.

 

Ketulusan berempati akan dapat kita lihat dari komitmen dan kuntinuitas berempati itu sendiri. Jika empati dilakukan untuk tujuan tertentu, selain mencari ridho Allah, maka dia tidak akan bertahan lama,  akan cepat bosan, lalu berhenti. Tapi jika dengan ketulusan empati dilakukan Allah akan mengerakkan agar sikap ini terus hidup dalam diri dan menjadi akhlak pendidik kapan pun dan dimanapun dia berada, dengan siapa saja tidak hanya dengan kawannya, saudara, atau orang yang bisa memberi manfaat kepadanya. Jadi yang penting bukan siapa kita, tapi apa yang bisa kita lakukan, kebaikan apa yang bisa kita berikan untuk orang lain. “sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat buat yang lainnya. (hadits)

 

8.    Ihsan

Ihsan yang dimaksud adalah setiap melakukan sesuatu aktifitas lahir maupun bathin selalu merasa bahwa Allah sedang mengawasi. Jadi muncul sikap malu, dan menjauhkan diri dari prilaku-prilaku yang tercela. Kayak bait sebuah nasyid: “Utamakanlah pandangan Allah dari pada pandangan manusia. Pandangan mata selalu menipu, pandangan hati itu yang hakiki, bila hati itu bersih”.

 

Dengan sikap ihsan ini, hati akan bersih, kita selalu berusaha menjaga prilaku kita baik lahir maupun bathin, dikeramain atau dikesendirian, karena malu pada Allah bukan malu dengan komentar dan pandangan manusia. Prinsipnya: “Yang penting Allah ridho”.


 
9.    Sabar

“…..mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya bumi (ini) milik Allah; diwariskan-Nya kepada siapa siapa saja yang Dia kehendaki diantara hamba-hambanya…(Q.S Al-„Araf : 128)

 

10.    Tawakkal

Kemudian yang tidak kalah penting adalah bertawaqqal kepada Allah SWT atas semua yang sudah kita usahakan, karena kebaikan dan keburukan tidak akan terjadi tanpa seizin-Nya, dan Allah tidak menciptakan sesuatu termasuk peristiwa yang buruk yang tidak kita senangi kecuali ada kebaikan dan manfaatnya.

 

Dan katakanlah,”bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasulnya serta orang-orang mu‟min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diperintahkan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan (Q.S. At-Taubah : 105).

 

Dalam surat lain, yang artinya: Dan kesudahan yang baik itu bagi orang-orang yang taqwa. (Q.S. Al a‟raf: 12).

 

Dengan demikian, karena roh itu dari Allah, maka kedekatan seorang pendidik atau murabbi dengan Allah SWT sangat penting agar ruhiyahnya menjadi kuat, sehingga apa yang dikatakannya menjadi berat, berkesan, berkenan dan dapat mendorong anak didik atau objek da‟wah melaksanakan apa yang disampaikannya. Hal ini dapat dipupuk melalui ibadah wajib dan sunnah, ibadah lahir dan bathin, dengan semua amal shaleh yang ia lakukan niscaya ruhiyahnya akan menjadi kuat, menjadikannya pribadi yang selalu dibimbing oleh Allah SWT dalam setiap perbuatan, perkataan dan semua tingkah lakunya yang lahir maupun yang tersembunyi.

 

Dengan kondisi ruhiyah yang maksimal Insyaallah apa yang disampaikan pendidik, atau yang dilihat anak didik akan hidup pada setiap pribadi anak didik dalam bentuk keimanan, akhlah yang baik, ilmu yang tinggi, kerendahan hati dan amal shaleh dimanapun, kapan pun, dalam kondisi apun anak didik berada.


Komentar dari Facebook

Semua Komentar

Tulis Komentar

Terbanyak Dibaca

Komentar Terbaru